Mahkamah Agung (MA) mengumumkan para peserta yang lolos sebagai calon hakim hasil seleksi 2017. Total ada 1.607 calon hakim yang dinyatakan lulus. "Kelulusan calon hakim untuk Tahun Anggaran 2017 ini sebanyak 1.607 dinyatakan lulus. 77 di antaranya masuk peringkat tidak dapat dinyatakan lulus," ucap Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo di kantornya, Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Dia menuturkan, 77 yang tidak lolos tersebut lantaran sudah berstatus PNS. Kemudian ada yang tak bisa baca kitab untuk peradilan agama serta tak mengikuti sebagian atau keseluruhan Seleksi Kemampuan Bidang (SKB). "Yang kami umumkan segera kami tayangkan di web MA. Jadi ini terbuka dan siapa pun bisa mengakses sampai melihat angka dan nilai yang diperoleh masing-masing peserta. Ini nanti sesuai dengan urutan peringkat dan bukan abjad," jelas pria yang akrab disapa Pudjo itu.
Adapun mereka yang lulus seleksi diminta segera melakukan registrasi ulang. Registrasi ini dijadwalkan berakhir hingga 15 November 2017. Namun begitu, proses tersebut diperpanjang hingga 20 November 2017. Dalam seleksi hakim baru tahun ini, Mahkamah Agung memperketat proses perekrutan. Ini sebagai upaya mendapatkan hakim yang terbaik di tengah citra buruk yang menggerus instansi hukum tersebut. Terlebih banyak hakim yang terjerat korupsi dan hingga terjaring dalam operasi tangkap tangan KPK.
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Achmad Setyo Pudjoharsoyo menyebut, saking ketatnya, banyak anak pimpinan MA tidak lolos. "Itu tidak mungkin, nyatanya anak saya tidak lolos. Kalau itu dimungkinkan, saya kan dahulukan anak saya. Anak pimpinan MA banyak yang ikut. Namun kenyataannya banyak yang tidak lolos. Ibaratnya seperti itu, karena tidak mungkin," ucap Pudjo, panggilan akrabnya, di Jakarta, Jumat (27/10/2017).
Dia menjelaskan, pengetatan itu karena Mahkamah Agung menggunakan sistem Computer Authorized Test (CAT). Juga Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dan Seleksi Kemampuan Bidang (SKB) dengan persentase tinggi. "Persentasenya itu 40 persen SKD dan 60 persen SKB. Seperti psikotes kemudian wawancara yang nilainya 50 persen dan CAT yang 50 persen juga (komposisinya). Semuanya sudah komputerisasi dan untuk kegiatan tahap pertahap itu ada pengawasnya. Kalau jumlahnya sekian, bagaimana orang yang mengaku bisa membantu. Bagaimana caranya," jelas Pudjo.
Karena itu, dia mengimbau jangan percaya jika ada yang menawari hal tersebut. Pasalnya ada orang yang mencoba menipu di setiap tes, di mana pun tempatnya. "Jangan percaya dengan oknum dari mana pun. Apakah dari lingkungan atau bahkan dari wartawan. Hal ini selalu terjadi setiap ada rekrutmen. Di mana saja rekrutmen pegawai swasta juga ada oknum yang mencoba seperti ini," pungkas Pudjo. - liputan6