Rosetta adalah misi luar angkasa tak berawak milik Agensi Antariksa Eropa yang diluncurkan pada 2004 dengan tujuan menyelidiki Komet 67P/Churyumov-Gerasimenko. Rosetta terdiri dari dua elemen utama: Wahana Rosetta dan Pendarat Philae. Wahana antariksa tersebut juga melakukan flyby dan mempelajari asteroid-asteroid dalam perjalanan menuju komet. Wahana dinamai menurut Batu Rosetta, dengan harapan misi dapat membantu membuka kunci rahasia tentang bagaimana tata surya kita terlihat sebelum planet-planet terbentuk. Pendarat dinamai menurut pulau Sungai Nil, tempat sebuah obelisk, pengurai kode Batu Rosetta, ditemukan.
Meski dinyatakan telah berhasil mendarat di komet 67 P/Chrurymov-Gerasimenko, posisi robot milik Badan Antariksa Eropa (ESA), Philae masih dikhawatirkan belum kokoh mencengkeram pada permukaan komet tersebut. Ilmuwan ESA mengakui robot Philae sempat mendarat tak sempurna. Pancang yang didesain untuk jangkar Philae gagal untuk mengembang. Direktur Jenderal ESA, Jean-Jacques Dordain, mengatakan, Philae mungkin telah terangkat dari permukaan komet setelah sempat mendarat, namun kemudian bisa kembali ke permukaan. Data yang diterima ilmuwan ESA menunjukkan satu tim melihat Philae tenggelam sekitar 4 cm ke permukaan komet. Hal ini berarti lapisan atas komet relatif ringan, melansir BBC, Kamis 13 November 2014.
Peneliti menambahkan, tak lama setelah pendaratan itu, tim insinyur melihat tombak pancang dapat mengembang sesuai yang direncanakan. Manajer Proyek Pendarat, Stephan Ulamec, menjelaskan, tim peneliti saat ini terpaksa harus menunggu sampai beberapa jam sebelum memastikan apa yang terjadi. Ulamec mengatakan, dalam posisi kontak radio terakhir, Philae dalam posisi stabil. "Apa yang kami ketahui adalah bahwa kami telah mendarat di komet pada saat Anda semua melihat kami bersorak dan kemudian itu kami umumkan," dalih Ulamec. Ia yakin Philae telah mendarat dengan sempurna sebab tim peneliti telah mendapatkan sinyal yang jelas. "Kami mendapatkan dari pendaratan dan data sains. Itulah kabar baik," tegasnya.
Soal kemungkinan tak berfungsinya tombak Philae, salah satu spekulasi muncul karena adanya fluktuasi jaringan komunikasi Philae. Menanggapi hal itu, Ulamec mengatakan agar semua pihak bersabar menanti analisis tim peneliti. "Kami belum bisa sepenuhnya memahami apa yang terjadi. Jadi, ini tak mudah untuk ditafsirkan. Besok pagi kita akan tahu lebih banyak," ujar Ulamec yang berasal dari DLR German Aerospace Center, dilansir Space. Namun, pendaratan itu juga menyisakan "kabar buruk". Ulamec mengungkapkan, telemeteri Philae kemungkinan tertidur setelah mendarat dan kini ia menyebutkan mulai berbalik. Kabar buruk ini kemudian ditafsirkan oleh Badan Antariksa Jerman sebagai kemungkinan bakal adanya "pendaratan kedua" di komet tersebut.
Dari data yang ada, memunculkan kemungkinan Philae sudah memantul dua kali dan butuh dua jam penuh untuk berhenti istirahat. Pemantulan itu terjadi kemungkinan karena kegagalan tombak pancang yang sempat tak mengembang dan kegagalan pendorong yang memaksa Philae masuk ke permukaan. Tim misi diminta untuk memastikan fungsi tombang pancang itu untuk memastikan Philae berdiri kokoh. Seusai mendarat di permukaan, Philae telah mengambil foto permukaan komet. Warna permukaan ditampilkan abu-abu berbatu. Philae mendarat pada area yang dekat dengan zona yang telah ditargetkan, yakni di kepala komet yang mirip dengan bentuk bebek.
Dikabarkan sebelumnya, usai mendaratkan robot ruang angkasanya, ESA kini dihadapkan pada tantangan baru. Philae harus selalu terhubung secara real time, meski jarak komet dengan Bumi mencapai 311 juta mil atau 500 juta kilometer. Komet seluas sekitar 2,5 mil atau 4 kilometer ini akan dijelajahi oleh Philae untuk mendapatkan gambaran informasi mengenai asal usul tata surya pada komet tersebut yang sudah berusia 4,5 miliar tahun. Komet tersebut terbentuk dari susunan debu dan es. (art)