Hari Minggu (4/1) ini, ombak di Selat Karimata diprediksi lebih jinak dan tim pencari korban dan reruntuhan pesawat AirAsia QZ8501 sudah lengkap, dari kapal sonar, tenaga penyelam sampai kendaraan robot untuk mengambil komponen penting pesawat yang disebut blackbox.
Upaya pencarian ini secara alamiah memang termotivasi alasan kemanusiaan, seperti dalam kasus-kasus kecelakaan pesawat lainnya, sehingga menemukan korban manusia lebih diutamakan. Tetapi dunia penerbangan punya pertaruhan besar atas ditemukan atau tidaknya blackbox pesawat jenis Airbus A320 ini.
Pada hari-hari awal jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, sebagian masyarakat di luar negeri mulai menganggap kawasan Asia Tenggara sebagai "Segitiga Bermuda" baru, setelah sebelumnya pesawat milik Malaysia Airlines hilang begitu saja seperti ditelan bumi.
Hal inilah yang menghantui otoritas di Indonesia terutama Badan SAR Nasional, meskipun instruksi Presiden Joko Widodo jelas dan tegas bahwa prioritas pencarian adalah para korban, bukan badan pesawatnya.
Sulit dipercaya bahwa di abad informasi ini, pesawat yang sebagian besar mengandalkan teknologi navigasi dan keunggulan satelit bisa hilang begitu saja. Pesawat MH370 yang raib milik Malaysia Airlines adalah jenis Boeing 777-200 yang masuk kategori jumbo, dengan 250 penumpang lebih atau setara dengan lima bus besar di darat.
Jutaan dolar sudah dikeluarkan, Angkatan Laut dan Angkatan Udara dari negara-negara maju sudah turun tangan membantu Malaysia dengan semua peralatan deteksi dan navigasi paling canggih yang ada di dunia. Faktanya sejak bulan Maret tahun lalu, nasib pesawat ini belum diketahui.
Industri penerbangan secara umum dan juga negara-negara yang maju di bidang aviasi juga cemas dengan fenomena pesawat hilang ini, sehingga Indonesia cepat mendapat uluran tangan dari negara lain untuk membantu pencarian, termasuk Rusia dan Amerika.
Blackbox Lebih Penting dari Badan Pesawat - Selengkapnya di Beritasatu